Cuap-Cuap
Menstrual Cup

Mau mulai membaca?

Pro Kontra Menstrual Cup

Setiap wanita mulai dari usia 10 tahun mengalami menstruasi hingga menopause di usia 55 tahun. Saat sedang menstruasi, wanita perlu memakai produk untuk menampung menstruasi seperti pembalut dan tampon. Belakangan ini muncul produk baru, yaitu menstrual cup yang mulai menarik perhatian perempuan Indonesia.

Cara kerja alat ini kira-kira sama seperti tampon, tapi menstrual cup menampung darah menstruasi. Alat yang terbuat dari silikon ini dapat dipakai berulang kali sehingga lebih ramah lingkungan. Perempuan yang beralih ke menstrual cup tidak lagi memakai pembalut sekali pakai. Namun, menstrual cup juga memiliki pro dan kontra. Simak infografik berikut.

Penulis: Jessica Elisabeth, Priscilla Violetta
Editor: Jessica Elisabeth
Infografik: Gabriella Ursula Thendean

Salah Kaprah Hilang Keperawanan dan Endometriosis Akibat Menstrual Cup

Ilustrasi menstrual cup (Foto: Andia Christy)

Bentuknya seperti cawan minuman zaman kerajaan Eropa. Bahannya lentur, bisa dilipat berbagai cara. Ada tangkai kecil di bawahnya yang berguna untuk menarik alat ini keluar. Namanya menstrual cup, salah satu produk sanitasi wanita yang digunakan saat sedang menstruasi.

Jika pembalut dipakai di luar tubuh, menstrual cup harus dimasukkan ke dalam vagina agar bisa berfungsi dengan baik. Produk ini menampung darah menstruasi dari dalam dan harus dibersihkan maksimal tiap delapan jam. Cara memakai menstrual cup memang tidak biasa bagi masyarakat Indonesia yang lebih menyukai pembalut. Hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra di media sosial.

Berbagai komentar di media sosial mengindikasikan menstrual cup dapat menghilangkan keperawanan karena cara pakainya. Konsep keperawanan di Indonesia sendiri masih dianggap sangat sakral. Penetrasi ke dalam kelamin wanita berarti wanita tersebut sudah tidak lagi perawan. Perempuan yang sudah hilang keperawanan sebelum menikah dianggap tidak berharga, murahan, bahkan aib masyarakat.

Secara medis, hilang keperawanan diartikan sebagai robeknya selaput dara (hymen). Di sini pula aliran darah keluar saat menstruasi. Bentuk selaput dara sendiri berbeda-beda di setiap wanita. Secara teori, bentuk selaput dara seperti bulan sabit atau lingkaran donat kecil.

Hilang keperawanan tidak semata karena hubungan seksual atau penetrasi. Seorang wanita dapat merobek selaput daranya akibat cedera aktivitas fisik seperti bersepeda dan berkuda, memakai tampon, masturbasi, atau pernah menjalani tindakan medis pada daerah kewanitaan. Pemakaian menstrual cup yang dipaksakan menurut dr. Miranty Firmansyah Sp. OG dapat merobek selaput dara.

“Kalau kamu paksa [menstrual cup] masuk, ya iya, [selaput dara] jebol. Kalau kamu enggak paksa, enggak [robek]. Tidak ada orang yang hobi menyakiti dirinya sendiri. Jadi sebenarnya, untuk merusak selaput dara itu susah,” tutur dr. Miranty Sp. OG.

Kelenturan dan ketebalan selaput dara serta besar kecilnya alat kelamin wanita ditentukan oleh usia dan bentuk tubuh. Maka dari itu, pemakaian menstrual cup yang tidak sesuai dapat menyebabkan robeknya selaput dara.

“Pada dasarnya, kalau kita usia 11 tahun haid, itu pasti [menstrual cup] enggak bisa masuk. Beda dengan orang yang 22 tahun, belum hubungan seksual, itu lubangnya akan lebih besar. Jadi harus dibalikin ke usia lagi,” tambahnya.

Dalam memilih produk sanitasi, wanita Indonesia menurut hasil survei Burnet Institute, SurveyMETER, WaterAid, dan Aliansi Remaja Independen berjudul Menstrual Hygiene Management in Indonesia pada 2015 cenderung memilih pembalut sekali pakai. Menstrual cup termasuk produk sanitasi yang baru populer akhir-akhir ini. Cara pemakaiannya dianggap tidak biasa bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan ajaran untuk tidak asal memasukkan benda asing ke vagina.

“Jadi untuk masukkin menstrual cup di Indonesia itu susah kalau dia belum berhubungan seksual. Kalau di luar, mereka banyak yang sering bersihkan [vagina dengan jari]. Jadi tanpa mereka berhubungan seksual, udah latih insertion sering-sering, jadi lama-lama [vagina] lentur,” jelas dr. Miranty Sp. OG.

Selain masalah keperawanan, menstrual cup juga diduga dapat menyebabkan endometriosis. Seorang seksolog terkenal mengatakan bahwa pemakaian menstrual cup dapat menyebabkan endometriosis, kondisi ketika jaringan selaput yang membentuk dinding rahim tumbuh di luar rahim. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan kesuburan hingga kanker ovarium.

Namun, endometriosis tidak sepenuhnya disebabkan karena pemakaian menstrual cup. Endometriosis dapat terjadi jika perempuan belum pernah melahirkan, memiliki anggota keluarga dengan riwayat endometriosis, darah menstruasi terhambat karena kondisi medis, memiliki kelainan rahim, dan memiliki bentuk rahim, leher rahim, atau vagina abnormal sehingga dapat menghambat darah menstruasi.

Penelitian yang dilakukan oleh van Eijk et al. pada 2019 berjudul Menstrual cup use, leakage, acceptability, safety, and availability: a systematic review and meta-analysis dalam “The Lancet Public Health” menunjukkan dari puluhan penelitian tentang hubungan menstrual cup dan endometriosis, hanya ada satu penelitian yang menemukan kasus endometriosis karena menstrual cup.

“Apakah menstrual cup dapat menyebabkan endometriosis? Bisa. Apakah seratus persen menyebabkan endometriosis hanya karena masalah ini? Tidak, belum tentu. Pada dasarnya, hampir semua wanita yang lagi haid itu memang ada darah di dalam perut. Dan itu tidak selalu bikin endometriosis. Memang hanya orang-orang tertentu saja yang tetap jadi endometriosis, gitu lho. Ada faktor resiko lain yang bikin endometriosis,” jelas dr. Miranty Sp. OG.

Solusi untuk mencegah endometriosis saat memakai menstrual cup menurut dr. Miranty Sp. OG adalah sering membuang dan membersihkan darah menstruasi saat sedang heavy flow. Apapun produk sanitasi wanita yang dipilih, semua memiliki kelebihan dan resiko masing-masing. Tergantung pengguna untuk menjaga kebersihan alat reproduksi agar terbebas dari penyakit atau kondisi yang merugikan.

Penulis: Jessica Elisabeth
Editor: Nadia Indrawinata
Foto: Andia Christy

Menstrual Cup dan Pembalut, Apa Bedanya?

Hasil survei Burnet Institute, SurveyMETER, WaterAid, dan Aliansi Remaja Independen berjudul Menstrual Hygiene Management in Indonesia pada 2015 menunjukkan bahwa pembalut sekali pakai masih menjadi pilihan populer bagi mereka yang menstruasi di Indonesia. Hal ini karena jumlah penggunanya paling banyak apabila dibandingkan dengan kain, spons, dan pantyliner. Namun dewasa ini, penggunaan menstrual cup diiming-iming bisa menjadi alternatif dari pembalut sekali pakai. Apa saja perbedaannya?

Apabila ingin mencoba menggunakan menstrual cup, faktor kesehatan menjadi salah satu kekhawatiran. Tidak dapat dipungkiri bahwa produk sanitasi wanita manapun yang digunakan harus bersentuhan langsung dengan tubuh. Perlu kebijakan untuk memilih mana yang lebih baik.

Menurut dr. Miranty Firmansyah Sp. OG, menstrual cup tidak bisa langsung dibandingkan dengan pembalut berdasarkan segi kesehatan.

Menstrual cup, yang penting [pengguna] tidak infeksi, aman. Tapi kalau cara pakainya nggak bagus, dia bener-bener bawa infeksi ke dalam,” tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa menstrual cup bukan yang membawa infeksi, tetapi dapat memperparah apabila penggunanya sebelumnya sudah terkena Penyakit Menular Seksual (PMS).

Dr. Miranty menyebutkan bahwa kebersihan harus menjadi prioritas saat menggunakan menstrual cup.

“Untuk pemakaian hal-hal seperti ini saya lebih suka bersihkan sebisa-bisanya pakai air matang. Bilas antiseptik,” ungkapnya.

Dokter yang praktik di RS Pluit, Jakarta Utara ini menekankan cara membersihkan menstrual cup di negara yang sudah lebih akrab dengan produk ini juga berbeda dengan di Indonesia. Misalnya, hanya perlu membilas dengan air matang saat baru mulai dan saat selesai. Setelahnya, bisa langsung membersihkan dengan sabun. Namun, tidak begitu di Indonesia karena perbedaan kondisi air bersih. Kualitas air yang tidak selalu terjamin mengharuskan menstrual cup dikeringkan terlebih dahulu setelah dicuci, sampai akhirnya bisa digunakan.

Menstrual cup juga banyak menarik perhatian karena dianggap lebih ramah lingkungan. Hal ini karena sifatnya yang dapat dipakai berulang kali dipercaya bisa mengurangi jumlah sampah pembalut sekali pakai.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), per tahun 2020, perempuan Indonesia di rentang usia 10-49 tahun berjumlah lebih dari 83,6 juta orang. Dengan anggapan seorang perempuan menggunakan tiga lembar pembalut sekali pakai dalam sehari, dikalikan dengan lima hari menstruasi, maka sampah pembalut yang dihasilkan dalam satu siklus menstruasi sebanyak 15 pembalut. Dikalikan dengan 12 bulan, maka ada 180 lembar sampah pembalut yang dihasilkan oleh seorang perempuan dalam setahun. Jika kemudian jumlah ini dikalikan lagi dengan jumlah penduduk perempuan di Indonesia, bisa dibayangkan berapa banyak sampah pembalut yang dihasilkan.

Sedangkan, satu buah menstrual cup memiliki masa pakai kurang lebih lima tahun. Jika seorang perempuan memilih menggunakan menstrual cup, artinya dalam lima tahun ia dapat mengurangi hingga 900 lembar sampah pembalut sekali pakai. Penghitungan ini didukung oleh pendiri Soul4Earth, Refnita Zhuo, yang merupakan salah satu produsen menstrual cup di Indonesia.

Lantas, mana yang lebih baik antara pembalut dan menstrual cup? Menurut dr. Miranty, pada dasarnya semua produk sama baiknya. dr. Miranty menegaskan bahwa opsi terbaik bagi setiap orang membutuhkan konsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi masing-masing.

“Kalau saya boleh bilang, mendingan discuss saja langsung sama klinisinya, ya. Langsung ke OBGYN nya, jadi kita bisa bantu untuk pilihan yang mana yang lebih baik,” ujar dr. Miranty.

Video: Adeline Frederica Simatupang

Penulis: Andia Christy, Nadia Indrawinata, Priscilla Violetta
Editor: Jessica Elisabeth
Video: Adeline Frederica Simatupang

Pendapat Mereka Tentang Menstrual Cup

Ilustrasi menstrual cup (Foto: Andia Christy)

Ramah lingkungan, ekonomis, dan memiliki daya tampung besar merupakan keunggulan dari menstrual cup. Meski memiliki kekurangan dari beberapa sisi seperti kesehatan, sanitasi di Indonesia yang buruk, dan perlu adaptasi pemakaian, menstrual cup tidak mengurangi minat perempuan untuk mencoba.

Indiwara Ananda merasa tidak nyaman dengan pembalut. Pada awalnya, perempuan yang akrab disapa Indi ini ragu dan takut untuk mencoba menstrual cup.

“Itu (menstrual cup) kan benda yang di masukin (ke dalam vagina), denger cerita orang-orang juga serem. Tapi ternyata setelah banyak research, menonton, dan membaca pengalaman orang, ternyata gak seserem yang dipikirin, makanya aku pakai,” jelas Indi.

Akhirnya Indi memutuskan untuk mencoba menstrual cup berkat media sosial TikTok. Percobaan pertama kalinya diliputi rasa tidak nyaman dan khawatir kalau menstrual cup jatuh atau tidak bisa keluar dan keberadaan alat itu di dalam vagina yang terasa.

Indi hanya bertahan dua bulan memakai menstrual cup dan kembali menggunakan pembalut sekali pakai. Ia merasa belum terampil memakai menstrual cup sehingga cukup menyita waktu. Berbeda dengan pembalut sekali pakai yang hanya ditempelkan saja di pakaian dalam. Selain itu, menjaga kebersihan menstrual cup juga cukup merepotkan bagi Indi.

Lain cerita dengan Indi, Claritza telah menggunakan menstrual cup lebih dari setahun. Perempuan yang akrab disapa Caca ini berganti ke menstrual cup karena melihat banyak influencer mulai mempromosikannya. Tak sepenuhnya termakan iklan, Caca melakukan riset terlebih dahulu. Mahasiswi Bandung ini mencari ulasan-ulasan pengguna menstrual cup di media sosial, terutama pengguna yang masih perawan.

“Iya awalnya takut kayak gitu (tidak perawan), ternyata dari review banyak juga yang pakai sebelum nikah, jadi ya sudah santai saja,” ujarnya.

Sama halnya dengan Indi, Caca juga merasa tidak nyaman saat memakai pembalut. Pada awal-awal menggunakan menstrual cup, Caca mengaku merasa kesulitan memasukan produk tersebut ke dalam vagina, bahkan pengalaman ‘bocor’ pun ia alami.

Pantang menyerah, di bulan ketiga akhirnya Caca paham dan berhasil merasa nyaman menggunakan menstrual cup. Menurutnya, pengguna menstrual cup dapat merasakan kelebihan produk sanitasi ini setelah sudah terbiasa. Saat menstruasi, pergerakan dan keseharian Caca tidak terganggu dengan memakai menstrual cup. Keberadaan produk ini seakan tidak terasa.

Akan tetapi, tetap saja ada kekurangan memakai menstrual cup. Menurut Caca, pengguna produk sanitasi ini tidak bisa memiliki kuku yang panjang. Mencabutnya saat kuku sedang panjang akan terasa tajam. Namun, ia tetap memilih menstrual cup karena lebih ramah lingkungan.

Terlepas dari kenyamanan, kesulitan, hingga kebersihan, produk sanitasi wanita perlu memperhatikan kesehatan dan lingkungan. Setiap pilihan perempuan tentu berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing. Baik pembalut maupun menstrual cup memiliki kelebihan dan kekurangannya bagi kesehatan dan lingkungan. Produk sanitasi wanita akan merugikan jika tidak menyesuaikan dengan tubuh dan lingkungan, sehingga perlu kebijakan pengguna untuk memilih.

Penulis: Atikah Rahmah
Editor: Jessica Elisabeth
Foto: Andia Christy

Penulis
Andia Christy
Atikah Rahmah
Jessica Elisabeth
Nadia Indrawinata
Priscilla Violetta

Editor video
Adeline Frederica S.

Infografik
Gabriella Ursula T.
Priscilla Violetta

Desain Web
Nadia Indrawinata

Foto
Andia Christy

Ilustrasi
Flat Icons
Freepik
Shineonoat (Vecteezy.com)

Dosen Pengampu Mata Kuliah
A. Wisnu Nugroho

Dibuat guna memenuhi Ujian Akhir Semester In-depth and Investigative Reporting © 2021